Estimasi Sumberdaya Batugamping Menggunakan Metode
Geolistrik Resistivity 2D Konfigurasi
Pole-Pole di Kabupaten Aceh Selatan
Winda1, Ali Amdad Prawira Pulungan2
Teknik Pertambangan UPN
“Veteran” Yogyakarta
winda@upnyk.ac.id
|
Abstract |
|
In this region CV. Berkah Alam Sejahtera conducts
exploration by drilling in areas that have been considered prospects and
finds the potential for the discovery of abundant limestone resource
reserves. However, if all exploration is done by drilling, it will require a
large cost and a long time so that the solution is to find a relatively fast
and more efficient method to determine limestone resources. From these
problems, a suitable method was found to detect the subsurface layer that is
suspected to have limestone resources. The method is a method of measuring
geoelectric resistivity by using pole-pole configuration. The reason for
using pole-pole configuration is because this configuration can detect the
deepest subsurface layer compared to other configuration methods and this
pole-pole configuration is also suitable for layers of sedimentary rocks that
have similar layer characteristics. From the selection of geoelectric
resistivity measurement method with pole-pole configuration will be a way out
to determine the estimation of limestone resources and can be used for the
needs of the company's prospects in the future. Resistivity value in
limestone is divided into 2 types, namely weathered limestone (Marl) with a
resistivity value of 250-500 ohms.M and massive limestone with a resistivity
value of 500-5000 ohms.m. It has been adapted to the field data. Based on the
calculation of the volume of weathered limestone and massive limestone to the
limit of elevation 0 MASL from the results of data processing by using
software oasis montaj (3D Geosoft) obtained the final volume of weathered
limestone (Marl) with the assumption of limestone density 2.24 tons/m3 then
obtained the final volume of 565,092,864 tons and massive limestone with the
assumption of limestone density 2.66 tons/m3 then obtained the final volume
of 565,092,864 tons. Keywords : Geoelectric,
Exploration, Resources. |
|
Abstrak |
|
Pada wilayah ini CV. Berkah Alam Sejahtera
melakukan eksplorasi dengan pemboran pada daerah yang telah dianggap prospek
dan menemukan hasil adanya potensi ditemukannya cadangan sumberdaya
batugamping yang melimpah. Namun jika semua eksplorasi dilakukan dengan
pemboran maka akan memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama sehingga
solusi yang dilakukan adalah mencari metoda yang relatif cepat dan lebih
efesien untuk mengetahui sumberdaya batugamping. Dari permasalahan tersebut
ditemukan metode yang cocok untuk mendeteksi lapisan bawah permukaan yang
diduga memiliki sumberdaya batugamping. Metode tersebut yaitu metode
pengukuran geolistrik resistivity dengan mengunakan konfigurasi pole-pole.
Alasan mengunakan konfigurasi pole-pole karena konfugurasi ini yang dapat
mendeteksi lapisan bawah permukaan yang paling dalam dibandingkan dengan
metode konfigurasi lainnya dan konfigurasi pole-pole ini juga cocok digunakan
untuk lapisan batuan sedimen yang memiliki ciri layer yang sejenis. Dari
pemilihan metode pengukuran geolistrik resistivity dengan konfigurasi
pole-pole ini nantinya menjadi jalan keluar untuk mengetahui estimasi
sumberdaya batugamping dan dapat digunakan untuk kebutuhan prospek Perusahaan
kedepannya. Nilai resistivity pada batugamping dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu batugamping lapuk (napal) dengan nilai resistivitas 250-500 ohm.m dan
batugamping masif dengan nilai resistivitas 500-5000 ohm.m. Hal tersebut
telah disesuaikan dengan data lapangan. Berdasarkan perhitungan
volume batugamping lapuk dan batugamping masif sampai batas elevasi 0
mdpl dari hasil pengolahan data dengan mengunakan software oasis montaj (3d
Geosoft) didapatkan hasil volume akhir dari batugamping lapuk(napal)
dengan asumsi densitas batugamping 2,24 ton/m3 maka didapat volume
akhir sebesar 565.092.864 ton dan batugamping masif dengan asumsi densitas batugamping
2,66 ton/m3 maka didapat volume akhir sebesar 565.092.864 ton. Kata kunci: Geolistrik, Eksplorasi,
Sumberdaya. |
Pendahuluan
Indonesia
merupakan negara yang memiliki kekayaan akan sumberdaya alam yang melimpah
salah satunya adalah batugamping yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku
semen (Alpiana, Rahmawati,
& Anggraeni, 2018). Kebutuhan semen di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, hal ini
mendorong perusahaan semen di Indonesia untuk mencari daerah prospek yang baru
untuk dilakukan penambangan batugamping (Sos, 2019). CV. Berkah Alam Sejahtera kemudian mulai melakukan penyelidikan daerah
prospek di Aceh Selatan. Wilayah batugamping di daerah Aceh Selatan memiliki
morfologi dengan banyaknya bukit-bukit berbentuk melingkar serta diameter
lembah-lembah ratusan meter hingga puluhan kilometer (Amdad, Nusanto,
Saputro, Lusantono, & Riyadi, 2024).
CV. Berkah Alam
Sejahtera melakukan eksplorasi dengan pemboran pada daerah yang telah dianggap
prospek dan menemukan hasil adanya potensi ditemukannya cadangan sumberdaya
batugamping yang melimpah (ISJUDARTO & MT,
2017). Namun jika semua eksplorasi dilakukan dengan pemboran maka akan
memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama sehingga solusi yang dilakukan
adalah mencari metoda yang relatif cepat dan lebih efesien untuk mengetahui
sumberdaya batugamping (Tryono, 2016).
Dari
permasalahan tersebut ditemukan metode yang cocok untuk mendeteksi lapisan
bawah permukaan yang diduga memiliki sumberdaya batugamping (Krisnasiwi &
Sundari, 2021). Metode tersebut yaitu metode pengukuran geolistrik resistivity dengan
mengunakan konfigurasi pole-pole (PULUNGAN, 2023). Alasan mengunakan konfigurasi pole-pole karena konfugurasi ini yang
dapat mendeteksi lapisan bawah permukaan yang paling dalam dibandingkan dengan
metode konfigurasi lainnya dan konfigurasi pole-pole ini juga cocok digunakan
untuk lapisan batuan sedimen yang memiliki ciri layer yang sejenis (Manrulu, Nurfalaq,
& Hamid, 2018). Dari pemilihan metode pengukuran geolistrik resistivity dengan
konfigurasi pole-pole ini nantinya menjadi jalan keluar untuk mengetahui
estimasi sumberdaya batugamping dan dapat digunakan untuk kebutuhan prospek
Perusahaan kedepannya (Susilo et al., 2022).
Ada pun
penelitian yang serupa dilakukan oleh (Amdad et al., 2024), dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi Air Dibawah
Batugamping Menggunakan Metode Geolistrik Resistivity 2d Dan Vertical
Electrical Sounding Di Kabupaten Aceh Selatan". Hal ini bertujuan untuk
mengetahui teori penelitian dilapangan, pengolahan data dengan software yaitu
Res2dinv, IPI2Win, AutoCad ,Rockwork dangeosoft. Hasil penelitian terdahulu
dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tentang Aplikasi metode
Res2dinv untuk eksplorasi air bawah tanah dan hasil pemboran yang telah dilakukan
perusahaansebelumnya. Dari hasil penggabungan semua jalurair bawah permukaan
maka dapat diketahui pola aliran air bawah
permukaan pada daerah
penelitian tesebut
Metode Penelitian
Setelah itu, beberapa poin penting dari kriteria
pejalan kaki diambil dari beberapa literatur dan studi sebelumnya yang
berkaitan dengan walkability dan kondisi jalur pejalan kaki. Kriteria dan poin
kunci tersebut kemudian dimanfaatkan untuk mengembangkan alat penilaian yang
akan digunakan untuk mengukur kondisi walkability pada setiap sampel.
Semua data ruas jalan yang terekam pada alat penilaian kemudian digunakan untuk
membangun peta sampel untuk menunjukkan dan mengungkapkan kondisi walkability
di dalam dan sekitar kampus.
Dalam studi ini, kawasan di luar kampus didefinisikan
sebagai kawasan yang berada dalam jarak 600 meter yang kemudian disebutkan
sebagai buffer zone yang dihitung dari setiap gerbang kampus. Walkability
setiap area di luar kampus diukur dengan faktor kebutuhan utama untuk berjalan
kaki yang dipilih dari hirarki kebutuhan jalan kaki. Penulis akan membandingkan
rasio ukuran kampus dengan ukuran radius kenyamanan berjalan kaki. Semakin
tinggi rasio antara zona kenyamanan berjalan kaki terhadap ukuran kampus, berarti
kampus dapat memiliki area yang luas yang dapat diakses dalam radius berjalan
kaki. Selain mengundang lebih banyak perumahan di dalam radius berjalan kaki,
hal ini juga berpotensi dapat mengurangi jumlah mahasiswa yang menggunakan
kendaraan bermotor untuk mengakses kampusnya, dengan catatan kondisi walkability
menuju kampus dalam kondisi yang baik.
Setiap segmen jalan dalam radius 600 meter dari
gerbang kampus akan dilakukan asesmen. Hasilnya lalu kemudian ditampilkan pada
peta dan data statistik dari setiap sampel akan dibandingkan untuk mencoba
melihat kampus mana yang memiliki nilai walkability terbaik termasuk
area sekitarnya. Pengukuran untuk nilai setiap segmen jalan lalu akan dicatat
dengan menggunakan alat evaluasi yang telah terlebih dulu disusun.
Hal lain yang akan diobservasi adalah bentuk dari poligon
untuk radius kenyamanan berjalan kaki (catchment area). Idealnya
catchment area di sekitar kampus akan meliputi seluruh area blok tepat di sisi
tembok/batas/pagar kampus tersebut. Singkatnya, polygon tidak akan terpotong di
salah satu bagian dari pagar/tembok/batas kampus tersebut.
Setelah melakukan observasi mengenai catchment area,
metode selanjutnya yakni menyusun instrumen/alat asesmen untuk tingkat walkability
pada studi ini. Penyusunan instrumen didasari oleh hirarki kebutuhan berjalan
kaki oleh Alfonso (2005) yang terdiri atas tingkat kesenangan, tingkat
kenyamanan, tingkat keamanan, tingkat aksesibilitas, dan kelayakan. Karena
studi ini berfokus pada platform berjalan kaki, yakni tepian jalan ataupun
trotoar, maka hanya kenyamanan, keamanan, dan aksesibilitas yang digunakan
sebagai variabel utama dalam penysusunan alat instrumen dalam studi ini.
Setelah 3 variabel telah ditetapkan, langkah
berikutnya adalah menentukan pembobotan untuk masing masing variabel tersebut
dengan cara membuka pengisian kuisioner. Sebanyak 324 orang mengisi kuisioner
mulai dari rentang umur 15 hingga 63 tahun dengan 102 diantaranya berada pada
kelompok 21 sampai 25 tahun. Salah satu pertanyaan dalam kuisioner adalah
“menurut anda, faktor apa yang paling penting yang harus dimiliki oleh jalur
pejalan kaki di Indonesia?” dengan opsi pilihan jawaban keamanan, kenyamanan,
atau aksesibilitas. Dari 3 variabel dihasilkan 6 indikator yang setiap
indikatornya memiliki 3 range Penilaian yang akan disesuaikan dengan kondisi
setiap segmen jalan di lapangan (tabel 1). Setiap indikator kemudian
dijumlahkan untuk menghasilkan nilai walkability seperti yang diilustrasikan
pada gambar 1.
Gambar 1. Konsep kerja dari alat asesmen
tingkat walkability
Tabel 1. Variabel dan Indikator yang
digunakan dalam Menyusun instrumen walkability
|
Variabel |
Indikator |
Instrumen
Rujukan |
Kriteria |
Pembobotan |
|
Tingkat
kenyamanan (37% responden) |
Kondisi permukaan jalur
berjalan kaki |
SPACES, PEDS, WABSA |
Tidak terdapat
keretakan/lubang |
19 poin |
|
Terdapat
keretakan/lubang |
10 poin |
|||
|
Rusak berat, masih
berupa pasir-batu-tanah |
1 poin |
|||
|
Shading/proteksi sinar
matahari |
SPACES, PEDS, Q-PLOS |
Rasio lebar jalan
lebih kecil dibandingkan ketinggian bangunan di tepi jalan atau segmen jalan
tertutupi pohon |
18 poin |
|
|
Rasio lebar jalan
hampir sebanding dengan ketinggian bangunan di tepi jalan atau hanya ditutupi
oleh Sebagian pohon |
9 poin |
|||
|
Rasio lebar jalan
lebih besar dibandingkan ketinggian bangunan di tepi jalan atau sedikit pohon
dalam segmen jalan. |
1 poin |
|||
|
Tingkat
keamanan (36% responden) |
Ketersediaan jalur
pejalan kaki/ trotoar |
SPACES, PEDS, WABSA,
Q-PLOS |
Jalur pejalan kaki
terpisah dengan jalur kendaraan. |
18 poin |
|
Jalur pejalan kaki
berbagi dengan jalur kendaraan (hanya terpisah garis jalan). |
5 poin |
|||
|
Tidak ada pembatas
atau garis jalan untuk membatasi ruang pejalan kaki. |
1 poin |
|||
|
Penerangan/
Pencahayaan |
SPACES, WABSA, PEDS,
Q-PLOS |
Terdapat penerangan di
setiap 25 meter |
18 poin |
|
|
Terdapat penerangan
dalam jarak 30 hingga 50 meter |
10 poin |
|||
|
Hanya terdapat
penerangan di setiap 5o meter atau lebih |
1 poin |
|||
|
Aksesibilitas
(27% responden) |
Gangguan/ blockade |
SPACES, PEDS, Q-PLOS |
Tidak terdapat
gangguan |
14 poin |
|
Gangguan oleh
furnitur jalan |
7 poin |
|||
|
Gangguan oleh hal
lain selain furnitur jalan |
1 poin |
|||
|
Slope/kemiringan untuk
kursi roda ataupun sepeda |
SPACES, WABSA, PEDS,
Q-PLOS |
Terdapat jalur
pejalan kaki dengan slope wheelchair yang memadai |
13 poin |
|
|
Terdapat jalur
pejalan kaki namun dengan slope yang tidak memadai, atau tidak
terdapat jalur pejalan kaki namun memiliki leveling ketinggian yang sama di
persimpangan jalan. |
5 poin |
|||
|
Tidak terdapat jalur
pejalan kaki maupun slope yang memadai |
1 poin |
Sumber: Diolah
oleh Penulis
Tabel 1 di atas
memberi penjelasan mengenai variabel dan indikator yang digunakan dalam studi
ini, serta beberapa instrument asesmen lain yang digunakan di beberapa negara.
Masing masing kriteria variabel diberi pembobotan dengan jumlah maksimum poin
untuk setiap variabel menggunakan presentasi pengisi kuisioner.
Setelah alat
instrument dan konsep penilaian walkability telah ditentukan, langkah
selanjutnya adalah membangun database dari setiap segmen jalan yang berada di
area studi. Segmen jalan yang dimaksud adalah setiap ruas jalan yang dipisahkan
oleh persimpangan, baik berupa pertigaan, perempatan, simpang lima, dan
seterusnya. Setelah dilakukan asesmen setiap segmen jalan dengan menggunakan 18
kriteria yang ditampilkan dalam tabel 1, hasil dari setiap segmen jalan
kemudian dicatat sesuai dengan urutan jalan masing masing. Pada aplikasi Google Earth,
setiap segmen jalan kemudian didigitasi berurutan sesuai dengan urutan dari
jalan yang diasesmen. Proses ini dilakukan secara terus menerus hingga seluruh
segmen jalan yang berada di lokasi studi telah selesai diasesmen dan digitasi.
Alurnya secara berturut turut ditampilkan pada gambar 2.
Gambar 2. Alur asesmen setiap segmen jalan
Setelah seluruh segmen jalan telah selesai diasesmen dan didigitasi,
selanjutnya semua data nilai walkability setiap segmen jalan dan data digitasi
segmen jalan dimasukkan ArcGIS sebagai program pembuatan peta. Karena setiap
data jalan dan file digitasi peta berurutan, maka data nilai walkability
dikombinasikan dengan data digitasi segmen jalan. Sehingga dapat terlihat
seluruh nilai walkability pada lokasi studi yang secara visual tampak pada
peta. Urutan kombinasi file ini dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Proses pembuatan peta walkability
Hasil dan Pembahasan
Lokasi
dan Kesampaian daerah
Gambar 4 Lokasi dan
Kesampaian Daerah
Peralatan dan
Perlengkapan Geolistrik
Alat yang digunakan dalam pengukuran
Geolistrik adalah Automatic Resistivity (ARES) dengan sumberdaya baterai (Accu)
12 Volt (Octavani & Kadri, 2018). Pada prakteknya di lapangan,
alat ini dapat mempercepat proses akuisisi data (Dirhamsyah et al., 2023). Secara lebih terperinci,
berikut ini merupakan peralatan yang digunakan untuk survei sebagai berikut:
Hasil
Pengolahan Data Geolistrik 2D
Pengolahan data geolistrik dilakukan untuk mendapatkan
informasi bawah permukaan berupa penampang 2D (Yuliana, Tryono, & Minarto, 2017). Pengolahan Data geolistrik 2D ini dilakukan dengan menggunakan
software Res2dinv (Fitrianto, Supriyadi, Mukromin, &
Taufiq, 2017). Berikut merupakan tahapan pengolahan data geolistrik
yang dilakukan pada lintasan gelistrik penelitian (Pramatasari, Khumaedi, & Linuwih, 2015). Adapun langkah pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan download data
dari Alat ARES. Setelah hasil
pengukuran setiap line diperoleh dimasukkan dalam tabel dengan bentuk format excel worksheet. Kemudian datanya diubah
dalam bentuk notepad. Data yang telah disusun sedemikian rupa tersebut
dimasukkan ke program Res2Dinv dengan
konfigurasi pole-pole.
Setelah membuat file data input yng
sudah dikoreksi dengan topografi (Jarwanto, 2022), dilanjutkan dengan masuk ke program utama dengan
mengaktifkan file Res2Dinv. Kemudian memilh menu ”file” dan pilih ”read data file” untuk membaca data file input yang telah dipilih,
dilanjutkan dengan memilih menu ”inversion”
dan ”least square inversion”,
kemudian dilakukan smoothing dan
pilih menu pembacaan nilai resistivity asli agar nilai error yang dihasilkan
nilainya lebih kecil tapi semua itu tergantung interpreter, kemudian secara
otomatis program akan melakukan proses literasi dan setelah beberapa saat akan menampilkan
model data asli dari lapangan seperti Gambar 5.
Gambar 5 Penampangan hasil
output program Res2Dinv Lintasan A
Gambar penampang yang dihasilkan dari program Res2Dinv
seperti terlihat pada Gambar 5 yaitu:
1.
Penampang
pertama (Gambar 5 atas) merupakan penampang
tahanan jenis semu. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran dan skemanya dapat
dilihat cocok atau tidak dengan kondisi lapangan pada saat pegukuran.
2.
Penampang kedua
(Gambar 5 tengah), gambar penampang ini merupakan pendekatan model penampang
hasil perrhitungan komputer terhadap pengampang tahanan jenis semunya (gambar
atas).
Penampang ketiga (Gambar 5 bawah), apabila data lapangan dan hasil perhitungan komputer tersebut sama atau cocok maka model pada penampang ketiga ini sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Pengolahan data penampang kemudian
dilanjutkan untuk dimasukan koreksi topografi dan nilainya disesuaikan dengan
singkapan batugamping yang dijumpai di sekitar central pengukuran, maka hasil
penampangnya dapat dilihat seperti gambar 6 dibawah ini:
diduga batugamping
masif
Gambar 6
Penampang Geolistrik
Korelasi dengan Topografi Lintasan A
Pemodelan Estimasi
Sumberdaya
Estimasi sumberdaya berdasarkan data geofisika merupakan
tahap selanjutnya dari hasil pengukuran 2D yang dilakukan di lapangan.
Data-data tersebut dimasukkan ke dalam software Res2dinv untuk
mendapatkan pemodelan 2D dari penampang bawah permukaan yang telah diukur.
Selanjutnya file tersebut disimpan dalam format xyz untuk data pengolahan ke
dalam software geosoft. Pada software geosoft nantinya dilakukan
pengolahan terhadap pemodelan data blok sehingga akan muncul persebaran data
secara 2D dan 3D menurut resistivitasnya.
Klasifikasi batugamping dalam
penelitian ini dibagi kedalam 2 jenis yaitu batugamping lapuk (napal) dengan
nilai resistivitas 250-500 ohm.m dan batugamping masif dengan nilai
resistivitas 500-5000 ohm.m. Berikut gambar 7 merupakan hasil persebaran
batugamping 2D yang dihasilkan dari pengolahan software geosoft.
Gambar 7 Lintasan pengukuran geolistrik
Dari gambar 7 kita mendapatkan
informasi persebaran secara 2D maka akan dilanjutkan dalam perhitungan estimasi
sumberdaya. Hasil akhir dari software Geosoft ini akan mendapatkan
volume batuan sesuai data yang dibutuhkan, dalam hal ini volume batugamping.
Selanjutnya untuk estimasi sumberdaya volume batuan dikalikan dengan densitas
batuan tersebut (m³/ton) sehingga akan didapatkan tonase dari sumberdaya
tersebut, lalu hasil tersebut dikalikan dengan 60% menurut teori Annel. Dalam
estimasi sumberdaya ini mempertimbangkan aspek homogenitas batugamping,
sehingga tingkat kepercayaan tinggi.
Hasil
estimasi sumberdaya batugamping lapuk (napal)
Hasil sstimasi sumberdaya
batugamping lapuk(napal) berdasarkan perhitungan volume batugamping masif
sampai batas elevasi 0 mdpl didapatkan volume total sebesar 420.456.000 m3,
dengan asumsi densitas batugamping sebesar 2,24 ton/m3 maka didapat
tonase sumberdaya batugamping adalah sebesar 941.821.440 ton. Hasil volume
akhir batugamping pada daerah penelitian ini setelah dikalikan dengan 60 %
didapatkan volume sebesar 565.092.864 ton.
Gambar 8 Hasil pemodelan 3D Geosoft pada batugamping
lapuk (napal)
Hasil
estimasi sumberdaya batugamping masif
Hasil sstimasi sumberdaya
batugamping masif berdasarkan perhitungan volume batugamping masif sampai
batas elevasi 0 mdpl didapatkan volume total sebesar 1.503.410.000 m3,
dengan asumsi densitas batugamping sebesar 2,66 ton/m3 maka didapat
tonase sumberdaya batugamping adalah sebesar 3.999.070.600 ton. Hasil
volume akhir batugamping pada daerah penelitian ini setelah dikalikan dengan 60
% didapatkan volume sebesar 2.399.442.360 ton.
Gambar 9 Hasil pemodelan 3D geosoft pada batugamping
masif
Kesimpulan
Alpiana, Alpiana, Rahmawati, Diah, & Anggraeni, Juraedah Dwi. (2018).
Evaluasi Sumberdaya Batugamping di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Paedagoria: Jurnal Kajian, Penelitian Dan Pengembangan
Kependidikan, 7(2), 46–52.
Amdad, Ali,
Nusanto, Gunawan, Saputro, Kristanto Jiwo, Lusantono, Oktarian Wisnu, &
Riyadi, Faizal Agung. (2024). Identifikasi Air Dibawah Batugamping Menggunakan
Metode Geolistrik Resistivity 2d Dan Vertical Electrical Sounding Di Kabupaten
Aceh Selatan. Jurnal Teknologi Pertambangan, 9(2), 100–105.
Dirhamsyah,
Muhammad, Away, Yuwaldi, Jamil, M., Putra, T. Edisah, Ibrahim, Masri, &
Novandri, Andri. (2023). Pemanfaatan Google Spreadsheet Untuk Akuisisi Data
Online Bagi Guru SMK di Banda Aceh. Kawanad: Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, 2(1), 51–57.
Fitrianto, Taufik
Nur, Supriyadi, Supriyadi, Mukromin, Teguh Maulana, & Taufiq, Ulil Albab.
(2017). Pencitraan 3D Data Geolistrik Resistivitas dengan Rockworks Berdasarkan
Hasil Inversi Res2DInv untuk Mengetahui Persebaran Batuan Andesit di Desa
Bapangsari Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo. Jurnal Fisika, 7(2).
ISJUDARTO, Ir A.,
& MT, NIDN. (2017). Analisis Potensi Sumberdaya Andesit Pada Pt. Mineral
Daya Gemilang Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo Daerah
Istimewa Yogyakarta. sekolah tinggi teknologi nasional yogyakarta.
Jarwanto, Jarwanto.
(2022). Perbandingan Penggunaan Data Hasil Pengukuran Awal Dengan Pengukuran
Kedua Menggunakan Software Autocad Landesktop 2009. Respati, 17(1),
53–59.
Krisnasiwi, Ika
Fitri, & Sundari, Woro. (2021). Pendugaan potensi air tanah menggunakan
metode geolistrik di Desa Oeseli dan Desa Oelolot Kecamatan Rote Barat Laut
Kabupaten Rote Ndao Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Teknologi, 15(2),
64–72.
Manrulu, Rahma Hi,
Nurfalaq, Aryadi, & Hamid, Iis Dahlia. (2018). Pendugaan sebaran air tanah
menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi wenner dan schlumberger
di kampus 2 universitas cokroaminoto palopo. Jurnal Fisika Flux: Jurnal
Ilmiah Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat, 15(1), 6–12.
Octavani, Arie
Sapta, & Kadri, Muhammad. (2018). Analisis Resistivitas Bawah Permukaan
Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner–Schlumberger dan Dipole-Dipole
di daerah geothermal Gunung Sibayak kabupaten Karo Provinsi sumatera utara. Jurnal
Einstein.
Pramatasari, Rafi
Wido, Khumaedi, Khumaedi, & Linuwih, Suharto. (2015). Aplikasi Metode
Geolistrik Resistivitas Untuk Mengetahui Potensi Longsor Dan Ambles Di Jalan
Weleri–Sukorejo Kabupaten Kendal. Unnes Physics Journal, 4(2).
PULUNGAN, A. L. I.
AMDAD PRAWIRA. (2023). Interpretasi Air Dibawah Batugamping Menggunakan
Metode Geolistrik Resistivity 2d Konfigurasi Pole-Pole Dan Vertical Electrical
Sounding Di Kabupaten Aceh Selatan. UPN" Veteran" Yogyakarta.
Sos, Geradi
Yudhistira S. (2019). Analisis Peran Walhi Dalam Advokasi Pencegahan
Eksploitasi Kawasan Karst Oleh Industri Semen Di Indonesia. Universitas
Islam Indonesia.
Susilo, Adi,
Juwono, Alamsyah Mohammad, Fitriah, Fina, Puspita, Mayang Bunga, Hasan, Muhammad
Fathur Rouf, Hisyam, Farizky, & Suryo, Eko Andi. (2022). Teori dan
Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas. Universitas Brawijaya Press.
Tryono, F. X. Yudi.
(2016). Peranan geologi dalam sistem hidrokarbon serta potensi dan tantangan
eksplorasi migas di Indonesia. Swara Patra: Majalah Ilmiah PPSDM Migas, 6(2).
Yuliana, Eka,
Tryono, F. X. Yudi, & Minarto, Eko. (2017). Aplikasi Metode Geolistrik
Tahanan Jenis Untuk Identifikasi Zona Bidang Gelincir Tanah Longsor Studi Kasus
Desa Nglajo Kec. Cepu Kab. Blora. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 6(2),
B42–B47.