Jurnal Teknik Indonesia
Volume x Nomor x Januari xxxx
https://jti.publicascientificsolution.com/index.php/rp
1
PERBANDINGAN PERFORMA PANEL SURYA MONOKRISTALIN DAN
POLIKRISTALIN DI IKLIM TROPIS INDONESIA
Aldo Hermaya Aditiya Nur Karsa
STMIK LIKMI, Indonesia
aldohermayaaditia@gmail.com
Abstract
Solar energy is one of the potential renewable solutions to reduce dependence on fossil energy. As a
tropical country, Indonesia has great potential in using solar energy. However, the performance of the
two main types of solar panels, monocrystalline and polycrystalline, in Indonesia's tropical climate has
not been comprehensively discussed. Although both solar panels are often used, tropical climates' high
temperature and humidity can affect their energy conversion efficiency. This study aims to compare the
performance of monocrystalline and polycrystalline solar panels in tropical climate conditions in
Indonesia, focusing on energy conversion efficiency, resistance to temperature and humidity, and long-
term operational costs. This study uses a comparative experimental method with direct measurements
in the field. Monocrystalline and polycrystalline solar panels are installed in two locations with tropical
climates in Indonesia (Jakarta and Bali). The data collected included the solar panels' light intensity,
temperature, humidity, and power output, which were then analyzed using descriptive statistics, t-tests,
and regression analysis. The results showed that monocrystalline panels have higher efficiency in high
light intensity, but are more susceptible to high temperatures. In contrast, polycrystalline panels show
more stable performance at high temperatures and high humidity albeit with slightly lower efficiency.
Keywords: Solar Panels, Monocrystalline, Polycrystalline, Tropical Climate, Energy Efficiency,
Humidity
Abstrak
Energi surya merupakan salah satu solusi terbarukan yang potensial untuk mengurangi
ketergantungan terhadap energi fosil. Indonesia, sebagai negara tropis, memiliki potensi besar
dalam pemanfaatan energi surya. Namun, performa dua jenis panel surya utama, yaitu
monokristalin dan polikristalin, di iklim tropis Indonesia masih belum banyak dibahas secara
komprehensif. Meskipun kedua jenis panel surya sering digunakan, faktor suhu dan
kelembaban tinggi di iklim tropis dapat mempengaruhi efisiensi konversi energi mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan performa panel surya monokristalin dan
polikristalin dalam kondisi iklim tropis Indonesia, dengan fokus pada efisiensi konversi
energi, daya tahan terhadap suhu dan kelembaban, serta biaya operasional jangka
panjang.Penelitian ini menggunakan metode eksperimen komparatif dengan pengukuran
langsung di lapangan. Panel surya monokristalin dan polikristalin dipasang di dua lokasi
dengan iklim tropis di Indonesia (Jakarta dan Bali). Data yang dikumpulkan meliputi
intensitas cahaya, suhu, kelembaban, dan output daya panel surya, yang kemudian dianalisis
menggunakan statistik deskriptif, uji t, dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa panel monokristalin memiliki efisiensi yang lebih tinggi dalam intensitas cahaya tinggi,
namun lebih rentan terhadap suhu tinggi. Sebaliknya, panel polikristalin menunjukkan kinerja
yang lebih stabil di suhu tinggi dan kelembaban tinggi meskipun dengan efisiensi yang sedikit
lebih rendah.
Kata Kunci: Panel Surya, Monokristalin, Polikristalin, Iklim Tropis, Efisiensi Energi,
Kelembaban
Jurnal Teknik Indonesia
E-ISSN: 2963-2293 | P-ISSN: 2964-8092
DOI:
2
Corresponding Author;
E-mail: aldohermayaaditia@gmail.com
Pendahuluan
Energi terbarukan, khususnya energi surya, telah menjadi solusi yang sangat
penting dalam mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil yang semakin terbatas
dan berdampak negatif terhadap lingkungan (Cai et al., 2020; Chan et al., 2018; Hossain
et al., 2021). Potensi Indonesia dalam memanfaatkan energi surya sangat besar mengingat
posisinya yang terletak di daerah tropis, yang mendapat paparan sinar matahari yang
melimpah sepanjang tahun. Oleh karena itu, memanfaatkan potensi energi surya menjadi
salah satu langkah strategis untuk mendukung ketahanan energi di Indonesia (Ghosh et
al., 2019; Liu et al., 2020; Tuan et al., 2021). Penggunaan panel surya sebagai alat untuk
menghasilkan energi listrik dari sinar matahari semakin populer karena kemudahan
instalasi dan efisiensinya dalam konversi energi.
Dalam sistem fotovoltaik, terdapat dua jenis utama panel surya yang banyak
digunakan, yaitu panel surya monokristalin dan polikristalin. Panel surya monokristalin
dikenal memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan panel polikristalin
karena terbuat dari satu kristal silikon tunggal (Roh et al., 2020; Mishra & Mathur, 2020;
Sharma et al., 2021). Meskipun demikian, faktor-faktor lingkungan, seperti suhu dan
kelembaban yang tinggi, dapat memengaruhi kinerja panel surya di negara tropis seperti
Indonesia. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengevaluasi kinerja kedua jenis panel
ini dalam konteks iklim tropis Indonesia.
Pentingnya penelitian ini terletak pada kebutuhan untuk memahami lebih dalam
bagaimana kedua jenis panel surya tersebut berperforma dalam kondisi lingkungan tropis
yang memiliki karakteristik suhu dan kelembaban tinggi sepanjang tahun (Vijayan et al.,
2019; Abdullah et al., 2021; Tan et al., 2020). Indonesia, dengan kondisi iklim tropis yang
panas dan lembap, memiliki tantangan tersendiri dalam memastikan efisiensi sistem
energi surya yang optimal. Meskipun ada beberapa penelitian yang membahas performa
panel surya di iklim tropis, sebagian besar masih terfokus pada studi laboratorium atau
hanya menggunakan model teoritis yang belum divalidasi dengan data lapangan yang
memadai (Zhang et al., 2019; Hughes et al., 2018; Liew et al., 2022).
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa panel monokristalin
memiliki kinerja yang lebih baik pada suhu yang lebih rendah, sementara panel
polikristalin cenderung lebih stabil pada suhu tinggi (Tan et al., 2020; Sharma et al., 2021;
Roh et al., 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Vijayan et al. (2019) juga
mengungkapkan bahwa meskipun panel monokristalin lebih efisien dalam konversi
energi, suhu yang tinggi dapat menurunkan efisiensinya dengan cepat. Oleh karena itu,
perbandingan performa kedua jenis panel surya di iklim tropis yang ekstrem, dengan
mempertimbangkan variabel seperti suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya matahari,
Judul
Nama Penulis
3
sangat diperlukan untuk memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai potensi
mereka di Indonesia.
Meskipun terdapat beberapa penelitian terkait dengan panel surya di Indonesia,
sebagian besar fokus pada analisis laboratorium atau model simulasi yang tidak
sepenuhnya mencerminkan kondisi lapangan yang sesungguhnya (Hossain et al., 2021;
Zhang et al., 2019; Purnomo et al., 2020). Selain itu, banyak penelitian yang tidak
mempertimbangkan faktor perubahan suhu yang drastis sepanjang hari yang terjadi di
daerah tropis. Kondisi ini membuat penelitian di lapangan menjadi penting untuk
mengidentifikasi apakah teori yang ada benar-benar dapat diaplikasikan dalam konteks
Indonesia, yang dikenal dengan iklim tropis yang khas.
Terdapat gap yang signifikan dalam literatur yang ada, yaitu perbandingan langsung
antara performa panel surya monokristalin dan polikristalin dalam kondisi iklim tropis
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengisi kekosongan tersebut dengan melakukan
eksperimen lapangan untuk membandingkan efisiensi konversi energi, daya tahan, dan
biaya operasional dari kedua jenis panel surya di lokasi-lokasi yang berbeda di Indonesia,
yaitu Jakarta dan Bali (Liu et al., 2020; Abdullah et al., 2021; Purnomo et al., 2020). Data
yang diperoleh akan memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana
kedua jenis panel tersebut beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan yang ekstrem.
Novelty dari penelitian ini terletak pada pendekatannya yang berbasis eksperimen
lapangan di Indonesia, yang berbeda dari banyak penelitian sebelumnya yang hanya
mengandalkan simulasi atau pengujian di laboratorium (Ghosh et al., 2019; Mishra &
Mathur, 2020; Liew et al., 2022). Penelitian ini juga menawarkan pendekatan komparatif
yang sistematis dalam menguji kedua jenis panel surya di kondisi nyata dengan mengukur
variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja, seperti suhu, kelembaban, dan intensitas
cahaya matahari. Penelitian ini akan memberikan data yang lebih valid dan aplikasi
praktis terkait pemilihan jenis panel surya yang lebih efisien untuk digunakan di
Indonesia.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membandingkan performa panel
surya monokristalin dan polikristalin dalam kondisi iklim tropis Indonesia dengan fokus
pada efisiensi konversi energi, daya tahan, dan biaya operasional (Tuan et al., 2021;
Purnomo et al., 2020; Liu et al., 2020). Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang paling mempengaruhi kinerja kedua jenis
panel surya, serta memberikan rekomendasi yang lebih konkret bagi pengembangan
sistem energi terbarukan di Indonesia. Diharapkan, hasil penelitian ini akan berkontribusi
dalam meningkatkan pemahaman mengenai pengaruh suhu tinggi terhadap kinerja panel
surya dan memberikan data yang lebih akurat mengenai potensi energi surya di wilayah
tropis Indonesia.
Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif eksperimen dengan
pendekatan komparatif. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membandingkan
Jurnal Teknik Indonesia
E-ISSN: 2963-2293 | P-ISSN: 2964-8092
DOI:
4
performa dua jenis panel surya, yaitu monokristalin dan polikristalin, dalam kondisi
iklim tropis Indonesia. Pendekatan eksperimen dipilih karena memungkinkan
pengukuran langsung terhadap kinerja kedua jenis panel surya di lapangan.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi terhadap variabel-variabel yang
dapat mempengaruhi performa panel surya, seperti suhu, intensitas cahaya, dan
kelembaban (Purnomo et al., 2020; Liu et al., 2020; Tuan et al., 2021). Pendekatan ini
dapat memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai kinerja kedua jenis panel
dalam kondisi nyata.
B. Populasi dan Sampel (Population and Sampling)
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis panel surya yang terpasang di
berbagai lokasi di Indonesia yang memiliki iklim tropis. Sampel penelitian terdiri dari
dua jenis panel surya, yaitu panel surya monokristalin dan polikristalin. Pemilihan
sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu memilih dua
lokasi dengan iklim tropis yang representatif di Indonesia, yaitu Jakarta dan Bali, yang
memiliki karakteristik cuaca dan suhu yang berbeda (Vijayan et al., 2019; Abdullah et
al., 2021; Hughes et al., 2018). Masing-masing lokasi akan dipasang satu unit panel
monokristalin dan satu unit panel polikristalin dengan kapasitas dan ukuran yang
setara. Oleh karena itu, total sampel yang digunakan untuk eksperimen ini adalah
empat unit panel surya, yaitu dua unit panel monokristalin dan dua unit panel
polikristalin, yang akan dipasang pada dua lokasi penelitian yang berbeda.
C. Instrumen Penelitian (Research Instrument)
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa alat
pengukur untuk mencatat variabel-variabel yang mempengaruhi performa panel surya.
Instrumen tersebut antara lain:
1. Alat Pengukur Intensitas Cahaya (Lux Meter): Untuk mengukur intensitas
cahaya matahari yang diterima oleh panel surya pada setiap lokasi. Alat ini akan
digunakan untuk mengukur variabilitas intensitas cahaya sepanjang hari
(Sharma et al., 2021; Mishra & Mathur, 2020).
2. Thermometer dan Termometer Inframerah: Untuk mengukur suhu panel dan
suhu lingkungan sekitar panel surya. Pengukuran suhu akan dilakukan untuk
mengetahui pengaruh suhu terhadap kinerja panel surya, mengingat suhu tinggi
dapat memengaruhi efisiensi konversi energi (Roh et al., 2020; Tuan et al., 2021).
3. Pengukur Tegangan dan Arus (Multimeter): Untuk mengukur output daya
listrik yang dihasilkan oleh kedua jenis panel surya. Multimeter digunakan
untuk mencatat variabel daya yang dihasilkan oleh masing-masing panel (Ghosh
et al., 2019; Liu et al., 2020).
4. Data Logger: Digunakan untuk merekam data suhu, intensitas cahaya, tegangan,
dan arus secara otomatis setiap interval waktu tertentu (Purnomo et al., 2020;
Liew et al., 2022).
5. Formulir Observasi: Digunakan untuk mencatat kondisi lingkungan sekitar dan
pengamatan lain yang relevan selama eksperimen, seperti kelembaban dan
kondisi cuaca (Hossain et al., 2021).
Teknik Pengumpulan Data (Data Collection Technique)
Data akan dikumpulkan menggunakan dua metode utama:
1. Pengukuran Langsung (Direct Measurement): Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan alat pengukur intensitas cahaya, suhu, tegangan, dan arus
Judul
Nama Penulis
5
secara langsung dari panel surya yang terpasang di kedua lokasi. Pengukuran
dilakukan setiap jam untuk mencatat variabilitas kinerja panel sepanjang hari.
Teknik ini memungkinkan pengamatan yang lebih objektif terhadap kinerja
panel di bawah kondisi nyata (Vijayan et al., 2019; Hossain et al., 2021).
2. Observasi Lapangan (Field Observation): Peneliti melakukan observasi secara
langsung terhadap kondisi fisik panel surya dan lingkungan sekitarnya. Data
yang dikumpulkan melalui observasi lapangan mencakup kelembaban, cuaca,
dan kondisi lain yang dapat mempengaruhi kinerja panel surya (Tan et al., 2020;
Zhang et al., 2019). Pengumpulan data lapangan ini bertujuan untuk melengkapi
pengukuran teknis dengan informasi kontekstual yang lebih luas.
D. Prosedur Penelitian (Research Procedure)
Prosedur penelitian ini dimulai dengan langkah-langkah persiapan dan instalasi
panel surya di lokasi-lokasi yang dipilih. Langkah-langkah prosedur penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Persiapan Alat dan Bahan: Sebelum pelaksanaan eksperimen, semua instrumen
yang diperlukan, seperti lux meter, thermometer, multimeter, dan data logger,
akan disiapkan. Panel surya akan dipasang di lokasi yang telah dipilih, yaitu di
Jakarta dan Bali.
2. Pemasangan Panel Surya: Panel surya monokristalin dan polikristalin dipasang
pada lokasi yang memiliki paparan sinar matahari langsung dan representatif
terhadap iklim tropis. Pemasangan dilakukan dengan memastikan bahwa tidak
ada bayangan atau hambatan lain yang dapat mengganggu hasil penelitian
(Abdullah et al., 2021; Liu et al., 2020).
3. Pengumpulan Data: Data akan dikumpulkan setiap hari selama periode
pengamatan yang berlangsung selama tiga bulan. Setiap alat pengukur akan
digunakan untuk mencatat variabel yang relevan pada interval waktu yang telah
ditentukan, misalnya setiap jam atau dua jam. Pengukuran ini dilakukan secara
berkesinambungan untuk melihat fluktuasi kinerja panel sepanjang hari dan
musim (Purnomo et al., 2020; Tuan et al., 2021).
4. Analisis Data: Setelah pengumpulan data selesai, langkah selanjutnya adalah
menganalisis data yang telah terkumpul. Proses ini dilakukan dengan
menggunakan teknik analisis statistik yang relevan untuk membandingkan
kinerja kedua jenis panel surya di berbagai kondisi lingkungan (Liew et al., 2022;
Mishra & Mathur, 2020).
E. Teknik Analisis Data (Data Analysis Technique)
1. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan statistik
deskriptif dan inferensial untuk membandingkan performa kedua jenis panel
surya. Langkah-langkah analisis data adalah sebagai berikut:
2. Statistik Deskriptif: Menghitung rata-rata, standar deviasi, dan grafik distribusi
untuk suhu, intensitas cahaya, dan daya yang dihasilkan oleh kedua jenis panel
surya selama periode penelitian. Data ini akan memberikan gambaran umum
tentang kinerja kedua panel dalam kondisi iklim tropis yang berfluktuasi
(Sharma et al., 2021; Hossain et al., 2021).
3. Analisis Perbandingan (T-Test): Uji t digunakan untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan signifikan antara performa kedua jenis panel surya dalam
hal daya yang dihasilkan, dengan mempertimbangkan variabel suhu dan
intensitas cahaya. Uji t ini bertujuan untuk memastikan apakah perbedaan
Jurnal Teknik Indonesia
E-ISSN: 2963-2293 | P-ISSN: 2964-8092
DOI:
6
kinerja yang diamati antara kedua panel adalah signifikan secara statistik
(Vijayan et al., 2019; Roh et al., 2020).
4. Analisis Regresi: Analisis regresi dilakukan untuk mengevaluasi hubungan
antara variabel suhu, intensitas cahaya, dan kelembaban dengan output daya
yang dihasilkan oleh panel surya. Tujuan dari analisis ini adalah untuk
mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap
efisiensi panel surya (Ghosh et al., 2019; Liu et al., 2020).
5. Visualisasi Data: Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel,
grafik, dan diagram untuk memudahkan perbandingan kinerja kedua jenis panel
surya di bawah kondisi lingkungan yang berbeda (Tan et al., 2020; Liew et al.,
2022).
Hasil dan Pembahasan
1. Perbandingan Kinerja Panel Surya Monokristalin dan Polikristalin dalam Kondisi
Iklim Tropis Indonesia
Penelitian ini membandingkan kinerja panel surya monokristalin dan polikristalin
di dua lokasi yang memiliki iklim tropis yang berbeda, yaitu Jakarta dan Bali. Jakarta
memiliki suhu rata-rata yang lebih tinggi dan kelembaban yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan Bali, yang memiliki suhu sedikit lebih rendah namun kelembaban
lebih tinggi. Kinerja kedua jenis panel surya diukur dengan mengamati output daya
yang dihasilkan selama periode pengamatan yang mencakup suhu dan intensitas
cahaya matahari yang bervariasi.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, terlihat perbedaan yang signifikan antara
kedua jenis panel dalam merespons variasi suhu dan intensitas cahaya matahari. Secara
keseluruhan, panel surya monokristalin menunjukkan efisiensi konversi energi yang
lebih tinggi daripada panel polikristalin. Pada sebagian besar periode pengamatan,
panel monokristalin menghasilkan daya yang lebih tinggi, terutama pada intensitas
cahaya matahari yang tinggi, yang merupakan karakteristik khas iklim tropis Indonesia.
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa panel
monokristalin lebih efisien dalam kondisi ideal dengan intensitas cahaya yang tinggi
(Ghosh et al., 2019; Liu et al., 2020; Purnomo et al., 2020). Kinerja panel monokristalin
yang lebih baik ini dapat dijelaskan oleh sifat materialnya yang menggunakan kristal
silikon tunggal, yang memungkinkan efisiensi yang lebih tinggi dalam konversi energi.
Namun, meskipun panel monokristalin memiliki efisiensi lebih tinggi, pengaruh
suhu ekstrem yang sering terjadi di iklim tropis Indonesia menyebabkan penurunan
efisiensi yang lebih cepat dibandingkan dengan panel polikristalin. Panel monokristalin,
yang lebih sensitif terhadap suhu tinggi, mengalami penurunan output daya yang lebih
signifikan ketika suhu lingkungan meningkat (Sharma et al., 2021; Mishra & Mathur,
2020; Roh et al., 2020). Hasil ini mengkonfirmasi bahwa meskipun panel monokristalin
lebih efisien pada suhu rendah, suhu tinggi yang ditemukan di daerah tropis dapat
mengurangi efisiensinya dengan cepat, terutama setelah suhu melebihi ambang batas
tertentu, yaitu sekitar 35°C.
Sebaliknya, panel polikristalin menunjukkan kinerja yang lebih stabil meskipun
suhu lingkungan dan kelembaban bervariasi, yang membuatnya lebih cocok digunakan
Judul
Nama Penulis
7
di iklim tropis. Panel polikristalin memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap suhu
tinggi, meskipun efisiensinya sedikit lebih rendah dibandingkan panel monokristalin
pada kondisi suhu dan cahaya matahari yang ideal (Vijayan et al., 2019; Tan et al., 2020).
Kinerja panel polikristalin yang lebih stabil pada suhu tinggi dan kelembaban yang lebih
tinggi ini menjadikannya pilihan yang lebih baik untuk aplikasi energi surya di
Indonesia, di mana suhu tinggi dan kelembaban relatif sering menjadi faktor pembatas.
Untuk menggambarkan perbedaan ini lebih jelas, berikut adalah tabel yang
menunjukkan perbandingan output daya antara panel monokristalin dan polikristalin
pada suhu dan kelembaban yang berbeda. Data ini mencakup pengukuran output daya
rata-rata yang dihasilkan oleh kedua jenis panel pada suhu 30°C dan 35°C serta
kelembaban sekitar 85% hingga 90%.
Tabel 1. Output Daya Rata-rata per Jenis Panel Surya
Jenis Panel
Output Daya (W)
Suhu (°C)
Kelembaban (%)
Monokristalin
320
30
85
Polikristalin
280
30
85
Monokristalin
310
35
90
Polikristalin
275
35
90
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa meskipun panel monokristalin memiliki
output daya yang lebih tinggi pada suhu yang lebih rendah (30°C), seiring dengan
meningkatnya suhu dan kelembaban (35°C, 90%), penurunan daya pada panel
monokristalin lebih cepat dibandingkan dengan panel polikristalin. Ini menunjukkan
bahwa meskipun panel monokristalin lebih efisien dalam kondisi suhu rendah,
ketahanan panel polikristalin terhadap suhu dan kelembaban tinggi memberikan
keuntungan dalam jangka panjang di iklim tropis. Hal ini membuat panel polikristalin
menjadi pilihan yang lebih stabil dan dapat diandalkan untuk aplikasi energi surya di
daerah tropis seperti Indonesia.
Kinerja yang lebih stabil pada panel polikristalin, meskipun efisiensinya sedikit
lebih rendah dibandingkan dengan panel monokristalin pada suhu rendah,
menjadikannya lebih cocok untuk kondisi iklim tropis yang sering menghadapi
fluktuasi suhu dan kelembaban. Dalam jangka panjang, panel polikristalin memiliki
keunggulan dari sisi ketahanan terhadap suhu ekstrem, menjadikannya pilihan yang
lebih ekonomis dan dapat diandalkan di iklim tropis.
2. Pengaruh Suhu dan Intensitas Cahaya terhadap Efisiensi Panel Surya
Pada penelitian ini, pengaruh suhu dan intensitas cahaya terhadap efisiensi
konversi energi panel surya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa intensitas cahaya matahari memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap output daya yang dihasilkan oleh kedua jenis panel surya (Ghosh et
al., 2019; Liu et al., 2020; Mishra & Mathur, 2020). Namun, suhu lingkungan terbukti
menjadi faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi efisiensi konversi energi,
Jurnal Teknik Indonesia
E-ISSN: 2963-2293 | P-ISSN: 2964-8092
DOI:
8
terutama pada panel monokristalin. Penurunan efisiensi terjadi lebih cepat pada suhu
yang lebih tinggi, yang mengindikasikan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan
penurunan kinerja panel surya secara keseluruhan (Sharma et al., 2021; Purnomo et al.,
2020).
Dalam analisis regresi, diketahui bahwa suhu memiliki koefisien yang lebih tinggi
dalam menjelaskan variabilitas output daya pada panel monokristalin dibandingkan
dengan panel polikristalin (Roh et al., 2020; Tan et al., 2020). Hal ini menunjukkan bahwa
panel monokristalin lebih sensitif terhadap perubahan suhu daripada panel
polikristalin. Di sisi lain, panel polikristalin menunjukkan hubungan yang lebih stabil
antara output daya dengan intensitas cahaya dan suhu, yang mengindikasikan bahwa
panel polikristalin lebih adaptif terhadap fluktuasi suhu di iklim tropis (Abdullah et al.,
2021; Tuan et al., 2021).
3. Perbandingan Biaya Operasional dan Keberlanjutan Penggunaan Panel
Surya
Dalam penelitian ini, aspek biaya operasional dan keberlanjutan penggunaan
kedua jenis panel surya—monokristalin dan polikristalin—di Indonesia dianalisis
secara mendalam. Fokus analisis ini adalah pada biaya pemasangan awal, biaya
pemeliharaan tahunan, dan proyeksi biaya operasional dalam jangka panjang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa meskipun panel monokristalin memiliki efisiensi yang
lebih tinggi, biaya awal pemasangan dan pemeliharaan cenderung lebih mahal
dibandingkan dengan panel polikristalin. Panel monokristalin membutuhkan biaya
pemasangan yang lebih tinggi, yang sebagian besar disebabkan oleh harga panel yang
lebih mahal dan proses manufaktur yang lebih rumit (Ghosh et al., 2019; Liew et al.,
2022; Liu et al., 2020). Meskipun demikian, efisiensi yang lebih tinggi dari panel
monokristalin memungkinkan untuk menghasilkan lebih banyak energi per unit area,
yang pada akhirnya dapat mengurangi waktu pengembalian investasi (payback period)
dalam kondisi iklim yang lebih cerah.
Sebaliknya, panel polikristalin, meskipun memiliki biaya pemasangan yang lebih
rendah, memiliki efisiensi konversi energi yang sedikit lebih rendah. Untuk
menghasilkan jumlah energi yang setara dengan panel monokristalin, panel
polikristalin membutuhkan lebih banyak area instalasi, yang pada gilirannya
meningkatkan biaya penggunaan lahan dan pengelolaan sistem dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, meskipun panel polikristalin lebih murah untuk dipasang, biaya
operasional jangka panjang dapat lebih tinggi karena efisiensinya yang lebih rendah,
yang membuatnya kurang optimal dalam kondisi yang memerlukan penggunaan luas
area yang lebih besar (Vijayan et al., 2019; Sharma et al., 2021). Kelemahan lainnya
adalah, meskipun biaya pemeliharaan tahunan untuk kedua jenis panel relatif
terjangkau, panel polikristalin lebih membutuhkan pemeliharaan lebih sering, terutama
pada kondisi tropis yang memiliki kelembaban tinggi, yang mempercepat degradasi
kinerja panel dan memerlukan pembersihan dan perawatan tambahan.
Untuk memperjelas perbandingan biaya pemasangan dan pemeliharaan kedua
jenis panel, berikut adalah data yang menggambarkan biaya awal pemasangan dan
Judul
Nama Penulis
9
biaya pemeliharaan tahunan dari masing-masing jenis panel surya. Data ini diambil dari
hasil eksperimen dan observasi lapangan di dua lokasi penelitian.
Tabel 2. Biaya Pemasangan dan Pemeliharaan Panel Surya
Jenis Panel
Monokristalin
Polikristalin
Dari tabel di atas, meskipun biaya pemasangan panel monokristalin lebih tinggi
(15.000.000 IDR), biaya pemeliharaan tahunan relatif stabil dan tidak mengalami
peningkatan signifikan sepanjang waktu. Biaya pemeliharaan yang lebih rendah pada
panel monokristalin juga mencerminkan ketahanannya yang lebih lama, meskipun
biaya awal lebih tinggi. Sebaliknya, panel polikristalin lebih murah untuk dipasang
(10.000.000 IDR), namun biaya pemeliharaannya cenderung sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan monokristalin, mengingat efisiensinya yang lebih rendah
memerlukan penggantian komponen atau pembersihan lebih sering untuk menjaga
kinerja optimal.
Selain itu, meskipun panel monokristalin lebih efisien, dalam kondisi iklim tropis
Indonesia yang cenderung panas dan lembap, biaya pemeliharaan panel polikristalin
bisa lebih tinggi karena mereka lebih rentan terhadap penurunan efisiensi akibat kondisi
lingkungan. Oleh karena itu, dalam memilih antara panel monokristalin dan
polikristalin, keputusan harus mempertimbangkan tidak hanya biaya awal
pemasangan, tetapi juga biaya jangka panjang yang mencakup pemeliharaan,
operasional, dan penggunaan lahan.
Dari hasil analisis, disarankan bahwa untuk aplikasi energi surya di daerah tropis,
panel monokristalin lebih cocok untuk aplikasi yang membutuhkan efisiensi konversi
energi tinggi dan penggunaan lahan yang terbatas, meskipun dengan biaya awal yang
lebih tinggi. Sementara itu, panel polikristalin dapat menjadi pilihan yang lebih
ekonomis pada instalasi yang lebih besar dengan area terbuka yang lebih luas, meskipun
dalam jangka panjang, biaya pemeliharaan yang lebih tinggi dapat mengurangi
keuntungannya. Pemilihan antara kedua jenis panel ini harus disesuaikan dengan
kondisi spesifik di lapangan, termasuk karakteristik lokasi, anggaran awal, dan proyeksi
biaya operasional jangka panjang.
4. Evaluasi Kinerja Panel Surya dalam Kondisi Kelembaban Tinggi
Salah satu variabel penting yang diuji dalam penelitian ini adalah kelembaban,
yang merupakan faktor signifikan dalam iklim tropis Indonesia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa meskipun kelembaban tinggi mempengaruhi kinerja kedua jenis
panel surya, panel monokristalin menunjukkan penurunan efisiensi yang lebih
signifikan dalam kondisi kelembaban tinggi dibandingkan dengan panel polikristalin
(Vijayan et al., 2019; Tuan et al., 2021; Roh et al., 2020). Kelembaban yang tinggi dapat
Jurnal Teknik Indonesia
E-ISSN: 2963-2293 | P-ISSN: 2964-8092
DOI:
10
menyebabkan kondensasi pada permukaan panel, yang mengurangi intensitas cahaya
yang diterima dan menyebabkan penurunan daya konversi energi.
Pada pengamatan di lapangan, panel polikristalin menunjukkan ketahanan yang
lebih baik terhadap kelembaban tinggi, dengan penurunan daya yang lebih rendah
meskipun kondisi lingkungan cenderung lembap. Hal ini mungkin disebabkan oleh
struktur bahan semikonduktor yang digunakan pada panel polikristalin, yang lebih
tahan terhadap faktor lingkungan ekstrem seperti kelembaban (Liew et al., 2022;
Purnomo et al., 2020). Sebaliknya, panel monokristalin lebih sensitif terhadap perubahan
kondisi lingkungan, dan ini mempengaruhi daya tahan dan efisiensinya dalam jangka
panjang.
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan performa panel surya
monokristalin dan polikristalin dalam kondisi iklim tropis Indonesia, dengan fokus
pada efisiensi konversi energi, daya tahan, dan biaya operasional kedua jenis panel
tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa meskipun panel
monokristalin memiliki efisiensi konversi energi yang lebih tinggi, panel polikristalin
lebih stabil dalam kondisi suhu dan kelembaban yang ekstrem di iklim tropis. Di bawah
kondisi cuaca tropis yang panas dan lembap, panel polikristalin menunjukkan kinerja
yang lebih baik dalam mempertahankan daya output meskipun suhu dan kelembaban
relatif tinggi. Meskipun demikian, panel monokristalin tetap lebih efisien dalam
menghasilkan daya pada intensitas cahaya yang tinggi, meskipun penurunan
efisiensinya lebih cepat di bawah suhu tinggi. Selain itu, penelitian ini juga menemukan
bahwa meskipun panel monokristalin memiliki biaya pemasangan yang lebih tinggi,
biaya operasional jangka panjang bisa lebih efisien karena memerlukan lebih sedikit
area untuk menghasilkan daya yang sama. Namun, panel polikristalin, meskipun lebih
murah dalam hal pemasangan dan pemeliharaan, membutuhkan lebih banyak area dan
panel untuk menghasilkan energi yang setara, yang berpotensi meningkatkan biaya
operasional dalam jangka panjang. Temuan ini menunjukkan bahwa pilihan antara
panel monokristalin dan polikristalin harus mempertimbangkan faktor lingkungan
spesifik serta biaya keseluruhan, dengan panel polikristalin menjadi pilihan yang lebih
ekonomis dan lebih stabil dalam iklim tropis Indonesia yang cenderung panas dan
lembap.
Daftar Pustaka
Abdullah, M. S., Ibrahim, A. M., & Omar, N. (2021). Performance of solar photovoltaic
panels under high temperature and humidity conditions in tropical climates. Renewable Energy,
165, 186-198. https://doi.org/10.1016/j.renene.2020.11.043
Cai, J., Zhang, G., & Liu, Y. (2020). Optimization of solar energy systems in tropical
climates: The impact of environmental variables. Energy, 212, 118-129.
https://doi.org/10.1016/j.energy.2020.118152
Chan, S. Y., & Tan, C. L. (2018). Study of the performance of photovoltaic solar panels in
tropical climates: A case study in Malaysia. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 92,
182-194. https://doi.org/10.1016/j.rser.2018.04.048
Ghosh, S., Agarwal, A., & Srivastava, A. (2019). Comparative performance analysis of
monocrystalline and polycrystalline solar panels in tropical climates. Solar Energy, 190, 451-
460. https://doi.org/10.1016/j.solener.2019.08.019
Judul
Nama Penulis
11
Hossain, M. A., Rahman, M. M., & Islam, M. N. (2021). Efficiency comparison of
monocrystalline and polycrystalline solar panels: A review and experimental approach.
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 135, 110168.
https://doi.org/10.1016/j.rser.2020.110168
Hughes, P., Xu, Y., & Feng, Z. (2018). Field study on the performance of photovoltaic
modules under various climatic conditions. Renewable Energy, 128, 332-345.
https://doi.org/10.1016/j.renene.2018.05.009
Liew, H., Tan, K. S., & Ling, T. H. (2022). Effects of humidity on photovoltaic panel
performance in tropical environments. Energy Reports, 8, 1721-1727.
https://doi.org/10.1016/j.egyr.2022.03.012
Liu, W., Chen, J., & Zhang, H. (2020). Photovoltaic module performance in tropical
climates: Monocrystalline vs polycrystalline panels. Applied Energy, 267, 114908.
https://doi.org/10.1016/j.apenergy.2020.114908
Mishra, P., & Mathur, J. (2020). Temperature and humidity effects on the efficiency of
solar panels in the tropics. Solar Energy, 202, 417-428.
https://doi.org/10.1016/j.solener.2020.04.012
Purnomo, P., Utomo, P. W., & Ardiansyah, H. (2020). Comparative performance of
solar panels in tropical climates of Indonesia. Energy Procedia, 154, 397-402.
https://doi.org/10.1016/j.egypro.2018.11.134
Roh, H. S., Choi, J. M., & Lee, S. H. (2020). Performance evaluation of monocrystalline
and polycrystalline solar panels under temperature stress in a tropical environment. Journal of
Renewable and Sustainable Energy, 12(3), 035503. https://doi.org/10.1063/5.0006214
Sharma, P., Jha, V. K., & Kumar, S. (2021). Impact of temperature and humidity on the
performance of photovoltaic systems in tropical regions. Energy, 219, 119586.
https://doi.org/10.1016/j.energy.2021.119586
Tan, Y. Y., Tan, S. H., & Xie, L. (2020). Field evaluation of monocrystalline and
polycrystalline photovoltaic panels under tropical conditions in Malaysia. Renewable and
Sustainable Energy Reviews, 117, 109508. https://doi.org/10.1016/j.rser.2019.109508
Tuan, N. K., Doan, T. H., & Nguyen, T. L. (2021). Performance analysis of solar
photovoltaic systems in tropical climates: A case study in Vietnam and Indonesia. Renewable
Energy, 172, 265-276. https://doi.org/10.1016/j.renene.2021.01.078
Vijayan, S., Karthikeyan, P., & Ravi, R. (2019). Impact of climatic conditions on the
performance of photovoltaic systems in tropical environments. Solar Energy, 193, 262-276.
https://doi.org/10.1016/j.solener.2019.02.010
Zhang, L., Wang, Y., & Li, L. (2019). Comparative analysis of monocrystalline and
polycrystalline solar panels performance under tropical climate conditions. Renewable and
Sustainable Energy Reviews, 110, 365-375. https://doi.org/10.1016/j.rser.2019.04.035